Rabu, 30 Januari 2013

MATERI FIQIH KELAS X SEMESTER GENAP

I. KEPEMILIKAN DAN AKAD

Resume oleh: M.Jaelani, S. Ag

A. KEPEMILIKAN (MILKIYAH)

1. Pengertian Milkiyah
Milkiyah menurut bahasa berasal dari kata (مِلْْكٌ) artinya: sesuatu yang berada dalam kekuasaannya, sedang milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
“ Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu …“(QS. Al Ahzab : 50)

Menjaga dan mempertahankan hak milik hukumnya wajib, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :




“ Siapa yang gugur dalam mempertahankan hartanya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan darahnya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan agamanya ia syahid, siapa yang gugur dalam mempertahankan keluarganya ia syahid “(HR. Bukhari dan Muslim).

2. Sebab-sebab Kepemilikan
a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam bebas, air hujan dan lain-lain.
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud), contohnya : lewat jual beli,
hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan lain-lain.
c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah), contohnya : mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli waris.
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembang biakan (Attawalludu minal mamluk)
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.

3. Macam-macam Kepemilikan
Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu :
a. Kepemilikan penuh (milk-taam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai harta itu.

Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi :
a. Kepemilikan pribadi (Individu), yaitu suatu harta yang dimiliki seseorang atau kelompok,
namun bukan untuk umum, Contohnya: Rumah, Mobil, Sawah dan lain-lain.
b. Kepemilikan publik (umum), yaitu harta yang dimiliki oleh banyak orang. Contohnya: Jalan Raya, laut, lapangan Olah Raga dan lain-lain.
c. Kepemilikan Negara
Contohnya: Gedung Sekolah Negeri, Gedung Pemerintahan, Hutan dan lain-lain.

4. Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
a. Ihrazul Mubahat
1). Pengertian Ihrazul Mubahat (Barang bebas), maksudnya adalah bolehnya seseorang memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok).
2). Syarat Ihrazul Mubahat
Syarat untuk terpenuhinya ihrazul mubahat adalah sebagai berikut :
a. Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memilikinya.
b. Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk dimilikinya.
Contohnya : burung yang menyasar dan masuk kerumah.

b. Khalafiyah
1). Pengertian Khalafiyah
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
2). Macam-macam Khalafiyah
a. Khalafiyah Syakhsyi ’an syakhsy (seseorang terhadap seseorang)
adalah kepemilikan suatu harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas memiliki harta bukan mewarisi hutang si pewaris.

b. Khalafiyah syai’in ‘an syai’in (sesuatu terhadap sesuatu)
Adalah kewajiban seseorang untuk mengganti harta / barang milik orang lain yang dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang tersebut.

5. Ihyaul Mawat
a. Pengertian Ihyaul Mawat
Ihyaul Mawat ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada pemiliknya. Misalnya, membuka hutan untuk lahan pertanian, menghidupkan lahan tandus menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa yang tidak produktif atau tanah tandus lainnya agar menjadi produktif.
b. Hukum Ihyaul Mawat
Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh (mubah) berdasarkan hadits
Rasulullah SAW, sebagai berikut :


“Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi haknya, orang yang
mengalirkan air dengan dzalim tidak mempunyai haknya”(HR. Abu Daud, An-Nasa’i dan Tirmidzi).
c. Syarat membuka lahan baru
1). Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluannya saja, apabila lebih orang lain boleh mengambil sisanya.
2). Ada kesanggupan dan cukup alat untuk meneruskanya, bukan semata-mata sekedar untuk menguasai tanahnya saja.
d. Hikmah Ihyaul Mawat
1). Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
2). Munculnya rasa kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya ini terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.
3). Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas kemampuan manusia dalam bidang IPTEK.

6. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyari’atkannya kepemilikan dalam Islam, antara lain :
a. Terciptanya rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

B. AKAD

1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
Dasar hukum dilakukannya akad adalah :

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS. Al Maidah : 1).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad itu
hukumnya wajib.

2. Rukun akad dan Syarat akad
Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).

Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :
1. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad
2. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
3. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.

3. Macam-macam Akad

Ada beberapa macam akad, antara lain:
1. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
2. Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
3. Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandate
4. Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
5. Akad Ta’athi (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum. Contoh: beli makan di warung, harga dan pembayaran dihitung pembeli tanpa tawar menawar.

4. Hikmah Akad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

II. JUAL BELI dan KHIYAR

A. JUAL BELI
1. Pengertian dan Dasar hukum Jual Beli
Menurut bahasa jual beli berasal dari kata (بَاعَ – يَبِيِعُ – بَيْعًا) artinya tukar menukar sesuatu dengan sesuatu, menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan Syarat dan Rukun tertentu.
Dasar hukum jual beli bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits :
Firman Allah SWT :

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah : 275).
Sabda Rasulullah SAW :


“Pendapatan yang paling utama dari seorang adalah hasil usaha sendiri dan hasil jual beli yang mabrur” (HR. Thabrani).

2. Syarat dan Rukun Jual Beli
a. Syarat Barang yang Diperjual Belikan
1). Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2). Barang itu bermanfaat.
3).Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk menjualnya.
4). Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
5). Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.

b. Syarat Penjual dan Pembeli
1). Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka akad jual belinya tidak sah.
2). Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3). Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-anak jual belinya tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana atau sudah menjadi adat kebiasaan. Seperti jual beli es, permen dan lain-lain.
4). Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan
mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggung jawab walinya.

c. Rukun Jual Beli
1). Ada penjual.
2). Ada pembeli.
3). Ada barang atau harta yang diperjual belikan.
4). Ada uang atau alat bayar yang digunakan sebagai penukar barang.
5). Ada lafadz ijab qabul, yaitu sebagai bukti akan adanya kerelaan dari kedua belah pihak.

3. Jual Beli yangTerlarang

a. Jual beli yang sah tapi terlarang, antara lain:
1). Jual beli yang harganya diatas/dibawah harga pasar dengan cara menghadang penjual
sebelum tiba dipasar. Sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas ra.:


“Janganlah kamu menghadang orang yang berangkat kepasar”(Muttafaq Alaih).
2). Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain. Sabda Nabi SAW :


“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).
3). Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal dikemudian
hari, padahal masyarakat membutuhkannya saat itu. Sabda Rasulullah SAW :


“Tidak ada yang menahan barang kecuali orang yang durhaka (salah)” (HR. Muslim).
4). Jual beli untuk alat maksiat:
Firman Allah SWT :

“Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS. Al Maidah: 2).
5). Jual beli dengan cara menipu, sabda Nabi SAW :


“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan”(HR. Muslim).
6). Jual beli yang mengandung riba, Firman Allah SWT. :


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda”(QS. Ali Imran: 130).

b. Jual beli terlarang dan tidak sah, yaitu :
1). Jual beli sperma binatang, Sabda Nabi SAW. dari Jabir ra.:


“Nabi SAW. telah melarang menjual air mani binatang jantan” (HR. Muslim dan Nasa’i).
2). Menjual anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.
sabda Nabi SAW.dari Abu Hurairah ra.:
ا

“Bahwa Nabi SAW. melarang menjual belikan anak ternak yang masih dalam kandungan induknya” (HR Al Bazzar).
3). Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya,
sabda Nabi SAW. :


“Janganlah kamu menjual sesuatu yang kamu beli sebelum kamu terima”(HR. Ahmad dan Al Baihaqy).
4). Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi SAW. dari Ibnu Umar ra. :


“Nabi SAW. Telah melarang menjual buah-buah yang belum tampak manfaatnya”
(Muttafaq Alaih).

4. Hikmah Jual Beli
1. Membentuk kepribadian Muslim yang terhindar dari kepemilikan harta secara batil. (QS. An Nisa : 29).
2. Membentuk kepribadian Muslim yang terhindar dari kepemilikan harta secara riba (QS. Al Baqarah : 275).
3. Mendorong untuk saling menolong sesama manusia sehingga mempunyai nilai sosial kemasyarakatan (QS. Al Maidah : 2).
4. Melaksanakan hukum yang dihalalkan Allah SWT. Dan menjauhi yang diharamkan. (QS. Al Baqarah : 275).
5. Mendidik pihak penjual dan pembeli agar memiliki sifat-sifat tenggang rasa, saling hormat menghormati, lapang dada dan tidak tergesa-gesa.
Sabda Nabi SAW. Dari Jabir ra.:



“Allah memberi rahmat kepada orang yang berlapang dada pada saat menjual, pada saat membeli dan pada saat menagih hutang (HR. Bukhari dan Tirmidzi).


B. KHIYAR

Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah khiyar ialah : memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang dari pihak penjual dan pembeli.

1. Jenis-jenis Khiyar
Khiyar ada 3 macam, yaitu :
a. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau mmembatalkan akad jual beli sebelum keduannya berpisah dari tempat akad. Sabda Rasulullah SAW. :





“Dua orang yang berjual beli boleh memilih (meneruskan atau mengurungkan) jual belinya selama keduanya belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya si pembeli atau si penjual boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari.
Khiyar syarat paling lama tiga hari. Sabda Nabi SAW. :



“Engkau boleh melakukan khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam” (Al Baihaqi dari Ibnu Majah).
c. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya bilamana terdapat bukti cacat pada barang.

2. Hikmah dan Manfaat Khiyar
Adapun hikmah khiyar antara lain adalah :
1. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan jual beli.
2. Menghindarkan kemungkinan terjadinya unsur penipuan dalam jual beli.
3. Mendidik penjual agar bersikap jujur dalam menjelaskan kualitas barang dagangannya.
4. Menghindarkan terjadinya penyesalan dikemudian hari bagi penjual dan pembeli.





“Dari Abu Hurairah RA Nabi SAW. bersabda : Barang siapa mencabut (jual beli) terhadap
orang yang menyesal, maka Allah mencabut kerugiannya” (HR. Al Bazzar



III. MUSAQAH, MUZARA’AH DAN MUKHABARAH

A. MUSAQAH
1. Pengertian dan dasar hukum Musaqah
Menurut bahasa, Musaqah berasal dari kata “As-Saqyu” yang artinya penyiraman. Sedangkan menurut istilah musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian.
Musaqah hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :


Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).

2. Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun Musaqah (Musaqi) adalah sebagai berikut:
a. Pemilik kebun dan petani penggarap (Saqi).
b. Pohon atau tanaman dan kebun yang dirawat.
c. Pekerjaan yang dilaksanakan baik waktu, jenis dan sifat pekerjaannya.
d. Pembagian hasil tanaman atau pohon.
e. Akad, baik secara lisan atau tertulis maupun dengan isyarat.
Sementara itu syarat-syarat musaqah adalah sebagai berikut :
a. Pohon atau tanaman yang dipelihara harus jelas dan dapat dilihat.
b. Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya: setahun, dua tahun atau sekali panen atau
lainnya agar terhindar dari keributan di kemudian hari.
c. Akad Musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buah atau hasil dari tanaman itu.
d. Pembagian hasil disebutkan secara jelas.

3. Masa berakhirnya Musaqah
Akad musaqah akan berakhir apabila :
a. Telah habis batas waktu yang telah disepakati bersama.
b. Petani penggarap tidak sanggup lagi bekerja.
c. Meninggalnya salah satu dari yang melakukan akad.

4. Hikmah Musaqah
1. Dapat terpenuhinya kemakmuran yang merata.
2. Terciptanya saling memberi manfaat antara kedua belah pihak (si pemilik tanah dan petani penggarap).
3. Bagi pemilik tanah merasa terbantu karena kebunnya dapat terawat dan menghasilkan.
4. Disamping itu kesuburan tanahnya juga dapat dipertahankan.

B. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH

1. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Menurut bahasa muzara’ah artinya penanaman lahan. Menurut istilah muzara’ah adalah suatu usaha kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan petani penggarap yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan, dimana benih tanaman dari si Pemilik tanah. Adapun zakat dari hasil kerja sama ditanggung oleh pemilik sawah atau ladang.
Sedangkan mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan petani penggarap yang hasilnya akan dibagi menurut kesepakatan kedua belah pihak, dimana benih tanaman dari petani penggarap.
Adapun zakat dari hasil usaha tersebut ditanggung oleh penggarap.

2. Rukun dan Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah

a. Rukun Muzara’ah dan Mukhabarah
1). Pemilik dan penggarap sawah.
2). Sawah atau lading.
3). Jenis pekerjaan yang harus dilakukan.
4). Kesepakatan dalam pembagian hasil (upah).
5). Akad (sighat).

b. Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah
1). Pada muzara’ah benih dari pemilik tanah, sedangkan pada mukhabarah benih dari
penggarap.
2). Waktu pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah jelas.
3). Akad muzara’ah dan mukhabarah hendaknya dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan.
4). Pembagian hasil disebutkan secara jelas.

3. Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah
a. Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
b. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
c. Tertanggulanginya kemiskinan.
d. Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani
tetapi tidak memiliki tanah garapan.


IV. SYIRKAH
A. SYIRKAH
1. Pengertian dan Macam Syirkah
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau bersama-sama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa, untuk mendapatkan keuntungan.
Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat banyak manfaatnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya antar pribadi, antar group bahkan antar Negara.
Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama, didorong oleh keinginan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan bersama.
Firman Allah SWT

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah : 2).
Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
2. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syarikat modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :
A. a. Syirkah ‘inan (harta).
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
Sabda Nabi SAW. dari Abu Hurairah ra. :


Rasulullah SAW. bersabda : Firman Allah SWT. Saya adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama seorang diantaranya tidak mengkhianati yang lain. Maka apabila berkhianat salah seorang diantara keduanya, saya keluar dari perserikatannya itu” (HR. Abu Daud dan Hakim menshohihkannya).
Sebagian fuqaha, terutama fuqaha Irak berpendapat bahwa syirkah dagang ini disebut juga dengan qiradl.
b. Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ‘abdan)
Syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.
Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
c. Syirkah Muwafadah
Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
d. Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian)
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.
2. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut :
 Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok perjanjian.
 Pokok-pokok perjanjian syaratnya :
- Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
- Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
- Yang disyarikat kerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.
 Sighat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.

3. Hukum dan Hikmah Syirkah
Pada prinsipnya bahwa hukum syirkah adalah mubah/boleh dan sah-sah saja. Namun
apabila terjadi penyimpangan oleh anggota syarikat, maka hal ini sudah tidak benar. Adapun
mengenai syirkah kerja menurut madzhab Syafi’i tidak sah dan tidak boleh.
Mengenai hikmah syirkah dapat dikemukakan disini sebagai berikut :
a. Dapat meningkatkan daya saing produksi, karena ada tambahan modal yang besar.
b. Dapat meningkatkan hubungan kerja sama antar kelompok sosial dan hubungan bilateral
antar negara.
c. Dapat memberi kesempatan kepada pihak yang lemah ekonominya untuk bekerjasama
dengan pihak ekonomi yang lebih kuat
d. Dapat menampung tenaga kerja, sehingga akan dapat mengurangi pengangguran.

V. JI’ALAH (SAYEMBARA)
1. Pengertian Ji’alah
Menurut bahasa Ji’alah artinya upah atau pemberian. Menurut istilah artinya upah yang diberikan kepada seseorang atas keberhasilannya dalam memenuhi keinginan pemberi upah. Contohnya : seorang yang kehilangan kuda, dia berkata : barang siapa yang mendapatkan kudaku dan dia kembalikan kuda itu, maka aku berikan upah sekian.
2. Hukum Ji’alah
Ji’alah hukumnya mubah (Boleh), dasar hukumnya bermula dari Firman Allah SWT. :

“Penyeru-penyeru itu berkata :”Kami kehilangan Piala Raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan akan menjanjikan terhadapnya“ (QS. Yusuf : 72).

3. Rukun dan Syarat Ji’alah
a. Lafazd (akad) Ji’alah, dengan syarat :
1). Lafazd dapat dimengerti isi dan maksudnya.
2). Mengandung izin untuk melakukan apa yang diharapkan oleh pembuat lafazd.
3). Ada batas tertentu dalam melakukan sayembara.
b. Orang yang menjanjikan upah, syaratnya :
1). Orang yang punya hak memberikan sayembara.
2). Orang yang dibenarkan secara hukum menyelenggarakan sayembara.
c. Pekerjaan (sesuatun yang harus dilakukan), syaratnya :
1). Pekerjaan itu memungkinkan untuk dilakukan oleh manusia.
2). Pekerjaan itu adalah pekerjaan yang tidak mengandung unsur maksiat.
d. Upah, syaratnya diketahui terlebih dahulu sebelum pekerjaan itu dilaksanakan.

4. Hikmah Ji’alah
1). Memacu prestasi dalam suatu bidang yang disayembarakan (dilombakan) ;
2). Menumbuhkan sikap saling tolong menolong antar sesama manusia ;
3). Adanya penghargaan terhadap suatu prestasi dari pekerjaan yang dilaksanakan


VI. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan menurut istilah wakaf yaitu memberikan
suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah SWT.
2. Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunat, hal ini didasarkan pada Al-Qur’an.
Firman Allah SWT. :

“Dan berbuatlah kebajikan agar kamu beruntung”(QS. Al Hajj: 77).
Firman Allah SWT.:

“Tidak akan tercapai olehmu suatu kebaikan sebelum kamu sanggup membelanjakan sebagian
harta yang kamu sayangi”
3. Rukun Wakaf
A. Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
B. Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
C. Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
D. Ikrar penyerahan (akad).

2. 4. Syarat-syarat Wakaf
A. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendaknya sendiri.
B. Orang yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau perorangan.
C. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
D. Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.
5. Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Wakaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
2. Wakaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantren dan Madrasah.
6. Perubahan Benda Wakaf
Menurut Imam Syafi’i menjual dan mengganti barang wakaf dalam kondisi apapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus (waqaf Ahly) sekalipun, seperti wakaf bagi keturunannya sendiri, sekalipun terdapat seribu satu macam alasan untuk itu.Sementara Imam Maliki dan Imam Hanafi membolehkan mengganti semua bentuk barang wakaf, kecuali masjid. Penggantian semua bentuk barang wakaf ini berlaku, baik wakaf khusus atau umum (waqaf Khairy), dengan ketentuan :
1. Apabila pewakaf mensyaratkan (dapat dijual atau digantikan dengan yang lain), ketika berlangsungnya pewakafan.
2. Barang wakaf sudah berubah menjadi barang yang tidak berguna.
3. Apabila penggantinya merupakan barang yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan.
4. Agar lebih berdaya guna harta yang diwakafkan.
7. Hikmah Wakaf
Hikmah disyari’atkannya wakaf, antara lain sebagai berikut :
1. Menanamkan sifat zuhud dan melatih menolong kepentingan orang lain.
2. Menghidupkan lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi syi’ar Islam dan keunggulan kaum muslimin.
3. Memotivasi umat Islam untuk berlomba-lomba dalam beramal karena pahala wakaf akan terus mengalir sekalipun pemberi wakaf telah meninggal dunia.
4. Menyadarkan umat bahwa harta yang dimiliki itu ada fungsi sosial yang harus dikeluarkan.



HIBAH, SHADAQAH DAN HADIAH
1.
2. A. HIBAH
1. 1. Pengertian dan Hukum Hibah
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup
tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.
Firman Allah SWT. :


“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. Al Baqarah : 177).
Memberikan Sesutu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah SWT. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
Sabda Nabi SAW. :

“Dari Khalid bin Adi, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah bersabda, : “Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak ia minta, hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yangdiberikan Allah kepadanya” (HR. Ahmad).
1. 2. Rukun dan Syarat Hibah
A. a. Pemberi Hibah (Wahib)
Syarat-syarat pemberi hibah (wahib) adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.
1. b. Penerima Hibah (Mauhub Lahu)
Syarat-syarat penerima hibah (mauhub lahu), diantaranya :
Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
1. c. Barang yang dihibahkan (Mauhub)
Syarat-syarat barang yang dihibahkan (Mauhub), diantaranya : jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betul-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.
1. d. Akad (Ijab dan Qabul), misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”.
1. 3. Macam-macam Hibah
Hibah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan sebagainya.
2. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-amri). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
1. 4. Mencabut Hibah
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecualii hibah
orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :
لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِىعَطِيَّةًأَوْيَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعُ فِيْهَا إِلاَّالْوَالِدِفِيْمَايُعْطِىلِوَلَدِهِ
“Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).
Sabda Rasulullah SAW. :


“Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari Muslim).
Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut :
1. Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya.
2. Bila dirasakan ada unsur ketidak adilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah..
3. Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.
1. 5. Beberapa Masalah Mengenai Hibah
A. Pemberian Orang Sakit yang Hampir Meninggal
Hukumnya adalah seperti wasiat, yaitu penerima harus bukan ahli warisnya dan
jumlahnya tidak lebih dari sepertiga harta. Jika penerima itu ahli waris maka hibah itu tidak sah. Jika hibah itu jumlahnya lebih dari sepertiga harta maka yang dapat diberikan kepada penerima hibah (harus bukan ahli waris) hanya sepertiga harta.
1. Penguasaan Orang Tua atas Hibah Anaknya
Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang bapak boleh menguasai barang yang
dihibahkan kepada anaknya yang masih kecil dan dalam perwaliannya atau kepada anak yang sudah dewasa, tetapi lemah akalnya. Pendapat ini didasarkan pada kebolehan meminta kembali hibah seseorang kepada anaknya.
1. 6. Hikmah Hibah
Adapun hikmah hibah adalah :
1. Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
2. Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
3. Dapat mempererat tali silaturahmi
4. Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.
1. B. SHADAQAH DAN HADIAH
1. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Shadaqah dan Hadiah
Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan harapan mendapat ridla Allah SWT. Sementara hadiah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi. Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW. :
تَبَسُّمُكَ فِىوَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ (رواهالبخارى)
“Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah” (HR. Bukhari).
Hukum hadiah-menghadiahkan dari orang Islam kepada orang diluar Islam atau sebaliknya adalah boleh karena persoalan ini termasuk sesuatu yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan naas).
1. 2. Hukum Shadaqah dan Hadiah
A. Hukum shadaqah adalah sunah
B. Hukum hadiah adalah mubah artinya boleh saja dilakukan dan boleh ditinggalkan.
Sabda Rasulullah SAW. :

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW.telah bersabda sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, undangan itu pasti saya kabulkan, begitu juga kalau potongan kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu saya terima” (HR. Bukhari).
1. 3. Perbedaan antara Shadaqah dan Hadiah
A. Shadaqah ditujukan kepada orang terlantar, sedangkan hadiah ditujukan kepada orang yang berprestasi.
B. Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
C. Shadaqah adalah wajib dikeluarkan jika keadaan menghendaki sedangkan hadiah hukumnya mubah (boleh).
1. 4. Syarat-syarat Shadaqah dan Hadiah
A. Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain. Hadiah orang gila, anak-anak dan orang yang kurang sehat jiwanya (seperti pemboros) tidak sah shadaqah dan hadiahnya.
B. Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar.
C. Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
D. Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.
1. 5. Rukun Shadaqah dan Hadiah
A. Pemberi shadaqah atau hadiah.
B. Penerima shadaqah atau hadiah.
C. Ijab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima menyatakan suka.
D. Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).
1. 6. Hikmah Shadaqah dan Hadiah
A. Hikmah Shadaqah
1). Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
2). Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
3). Akan dicintai Allah SWT.
1. Hikmah Hadiah
1). Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
2). Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :

“Saling hadiah-menghadiahkan kamu, karena dapat menghilangkan tipu daya dan
kedengkian” (HR. Abu Ya’la).


“Hendaklah kamu saling memberi hadiah, karena ia akan mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian” (HR. Dailami).

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Comments
0 Comments

0 komentar: